Penggunaan Keranjang Takakura untuk mengolah sampah organik sudah mulai diterapkan di daerah Tubagus Ismail, kawasan Bang Bayang , RW 10 Legok Hilir, Kelurahan Sekeloa, Kecamatan Coblong, Bandung dalam kegiatan HIMATEK UNTUK MASYARAKAT 2. Daerah ini mulai diperkenalkan dengan sistem keranjang Takakura oleh mahasiswa HIMATEK (Himpunan Mahasiswa Teknik Kimia) ITB bekerjasama dengan YPBB (Yayasan Pengembangan Biosains dan Bioteknologi) mulai tanggal 11 November 2007 . Sebanyak 40 rumah mulai belajar menggunakan Takakura sebagai solusi penyelesaian masalah sampah di daerah tersebut.
Pengabdian masyarakat yang dilakukan HIMATEK ITB meliputi pembagian 40 set keranjang Takakura siap pakai ,melakukan penyuluhan tentang penggunaan keranjang Takakura dan bahaya sampah serta melakukan kontrolling terhadap penggunaan Takakura di daerah tersebut. HIMATEK mengharapkan dengan kontrolling yang dilakukan ke daerah tersebut, masyarakat akan semakin termotivasi untuk memulai kehidupan dengan mengolah sampah organiknya sendiri di rumah sendiri dengan Takakura.
Keranjang Takakura mampu mengolah 1-2 kilogram sampah organik per hari, khususnya sisa makanan. Dengan mengkompos sisa-sisa makanan kita, setidaknya 50 % persoalan sampah dari rumah kita telah kita selesaikan. Bayangkan bila seluruh penduduk kota Bandung melakukannya, betapa banyak biaya dan energi yang kita hemat bagi pengangkutan sampah. Dibutuhkan biaya lebih dari satu miliar rupiah setiap bulannya hanya untuk mengangkut sampah-sampah penduduk kota Bandung.
Takakura sebagai sistem baru dalam pengolahan sampah organik mempunyai berbagai kelebihan yang membuat kita ingin mencoba untuk memulai menggunakan Takakura. Kelebihan sistem pengomposan dengan keranjang Takakura adalah Keranjang Takakura dirancang untuk ditempatkan di dalam rumah. Jadi kita dapat membuang sampah organik kita di tempat sampah yang langsung mengolahnya. Kita terbebas dari persoalan lalat yang ada di sekitar sampah seperti biasanya dan kita juga terbebas dari bau sampah di dalam rumah. Takakura ramah lingkungan, tidak menimbulkan bahaya-bahaya penyakit atau racun yang berbahaya, yang dihasilkan jika kita mengolah sampah dengan cara pembakaran atau penimbunan. Sampah anorganik kita akan lebih bersih dan tidak menimbulkan masalah bau walaupun kita simpan dalam waktu lama karena dengan menggunakan Takakura secara otomatis kita telah memisahkan sampah oganik dan anorganik. Sampah anorganik yang telah terpisah dapat diserahkan kepada pemulung kapan saja. Keranjang Takakura praktis digunakan baik saat kita memasak atau mencuci piring. Bahkan keranjang Takakura dapat ditempatkan di sekitar meja makan kita.
Dalam keadaan normal, keranjang Takakura tidak menimbulkan bau tajam dan aman dari bibit penyakit. Walaupun berukuran kecil, keranjang Takakura umumnya dapat digunakan selam 2-3 bulan sebelum menjadi penuh. Bila penuh sebagian kompos yang telah kita hasilkan dapat kita panen untuk kita gunakan di kebun. Bila kita tidak menggunakannya, kompos yang kita hasilkan dapat diberikan kepada yang membutuhkan atau kalaupun kita buang, kompos tidak akan menimbulkan masalah bau atau bibit penyakit sebagaimana sampah yang segar.
Karena sampah organik otomatis terpisah dengan kita menggunakan Takakura, para pemulung menjadi lebih mudah mendaur ulang sampah anorganik. Bila sampah anorganik kita didaur ulang, sisa sampah yang terpaksa dibuang tinggal maksimal 30 % saja. Bayangkan, 70 % masalah sampah diselesaikan dengan beberapa langkah sederhana yang dapat kita lakukan di rumah. Dengan ini kita akan berjasa bagi penyelesaian sampah di kota kita tinggal. Sistem Takakura ini mengajak kita untuk mengolah sampah di rumah kita sendiri. Ini akan sangat membantu pemerintah dalam menangani masalah-masalah sampah terutama di kota-kota besar seperti di Bandung.
Melalui survei lapangan bersama teman-teman HIMATEK ITB dan YPBB pada program pengkontrolan Takakura sekali seminggu ada beberapa masalah yang timbul seperti starter masih tetap dingin, tidak menjadi panas, banyak semut di sekitar Takakura, starter kekeringan / kebasahan, suhu Takakura tidak konstan, dan kardus cepat basah dan rusak. Selain itu masyarakat malas untuk memilah sampah organik dan anorganik, malas memasukkan sampah organiknya ke dalam Takakura, malas mengaduknya dengan sekop (tidak ditimbun). Masyarakat juga seringkali masih memasukkan sampah anorganik ke dalam Takakura seperti kaleng, botol, dan plastik. Kita harus membiasakan pola hidup yang baru yaitu mulai bisa memilah sampah.
Oleh karena itu, dalam penyuluhan penggunaan Takakura di daerah Tubagus Ismail ini tim pengawasan dari HIMATEK selalu berusaha mengingatkan masyarakat untuk melakukan pemilahan sampah dan rajin-rajin mengurus Takakuranya. Tim kontrolling HIMATEK juga bertugas memberikan solusi dari permasalahan yang muncul di masyarakat.
Tugas mahasiswa HIMATEK ITB bukanlah hal yang mudah. Kerja keras dan semangat yang terus ada untuk dapat memandirikan masyarakat dalam hal melakukan pengomposan demi mengurangi masalah sampah di Bandung membuat masyarakat sekitar daerah tersebut tetap semangat. Tanggapan masyarakat Legokhilir mayoritas menyambut baik atas kunjungan kami mahasiswa HIMATEK ITB, khususnya ibu-ibu PKK. Kami merasa kegiatan HIMATEK untuk masyarakat 2 (HUM-2) sangat bermanfaat untuk membantu masyarakat secara langsung dan keberlangsungan kegiatan ini akan kami terus jaga agar masyarakat terus menerapkan pola hidup dengan keranjang Takakura. HIMATEK ITB berharap dengan kegiatan ini mampu menyadarkan masyarakat untuk memulai pola hidup menggunakan keranjang Takakura.
Oleh : Ivan Hadinata Rimbualam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar