Pirolisis batubara secara umum merupakan dekomposisi termal dari batubara tanpa keberadaan udara atau komponen tambahan lainnya (Speight, 1994). Proses pirolisis umumnya terjadi pada rentang temperatur 300-700 oC (Sasongko, 2011). Pemanasan yang terjadi pada proses pirolisis menghasilkan produk berupa gas, cairan, tar, dan arang (Speight, 1994). Gas yang dihasilkan berupa gas yang mudah terbakar (H2 dan hidrokarbon ringan), gas yang tidak terbakar (CO2 dan air), dan berbagai gas lainnya, yaitu NH3, H2S, dll (Sasongko, 2011). Pirolisis secara sederhana berarti proses peningkatan kualitas bahan bakar dari batubara. Pirolisis batubara merupakan proses pemanasan batubara seperti di dalam oven yang melibatkan dua macam reaksi (Kabe, 2004).
Pirolisis batubara memiliki hal yang menarik dalam hal tingkat perolehan cairan tar yang relatif tinggi. Hal menarik lainnya muncul pada laju pemanasan batubara. Laju pemanasan batubara yang tinggi akan membatasi tingkat berlangsungnya reaksi sekunder pada pirolisis batubara. Transfer massa yang lambat menyebabkan peningkatan lama reaksi sekunder berlangsung. Hal tersebut berakibat pada perolehan gas yang semakin meningkat, perolehan tar yang menurun. (Gavalas, 1982).
Ketika batubara dipanaskan, tar primer diproduksi melalui pirolisis batubara pertama / pirolisis primer. Saat temperatur semakin meningkat, tar primer harus melalui sebuah zona yang bertemperatur tinggi dan proses pirolisis sekunder pada tar terjadi. Pada proses ini, pengembangan metode untuk memperkirakan perolehan produk dan komposisi dari tar diperlukan untuk menentukan perolehan produknya akan lebih digunakan menjadi sumber energi atau bahan kimia (Kabe, 2004).
Reaksi pirolisis merupakan reaksi yang kompleks, secara umum melibatkan proses pemutusan ikatan (bond breaking), penguapan (vaporization), dan kondensasi atau cross-linking, yang mengakibatkan perubahan pada densitas grup alifatik dan aromatik.
Penelitan akan pirolisis batubara yang dilakukan John F. Stubington dan Sumaryono menjelaskan bahwa pada pirolisis batubara terjadi 2 proses, yaitu (Stubington, 1983):
(1) Reaksi kompetitif antara hidrogen dan oksigen pada batubara
(2) Reaksi sekunder pada komponen volatil yang reaktif di dalam partikel batubara
Jianglong Yu memisah pirolisis menjadi 3 bagian, bagian coal / metaplast, pirolisis primer, dan pirolisis sekuder. Pada pirolsis pertama terlihat bahwa terbentuk tar, arang, dan gas primer. Tar dikonversi menjadi jelaga (soot) dan gas sekunder pada pirolisis sekunder. Gas primer ada sebagian menjadi gas sekunder dan jelaga pula, sedangkan arang sebagian menjadi gas sekunder(Yu, 2006).
Pada bagian I, batubara mengalami proses reduksi pada ikatan hidrogen dan cukup untuk memutus ikatan kimia yang lemah. Proses ini terjadi untuk melembutkan bentuk batubara dan membentuk komponen cairan, yang dikenal dengan metaplast. Pada tahap ini, terjadi kompetisi antara pemutusan ikatan dengan penstabilan ikatan. Ikatan yang terstabilkan merupakan pembentukan arang mula-mula. Sejumlah gas ringan terlepas pada tahap 1 ini, yang disebut gas primer. (Smith, 1994).
Pada bagian II, terjadi pemutusan ikatan berlanjut sehingga menambah produk gas ringan dan komponen bermassa molekul rendah dalam tahap metaplast berubah menjadi tar. Komponen yang bermassa molekul tinggi pada metaplast akhirnya membentuk arang dengan reaksi cross linking. Pembentukan gas berhubungan dengan gugus fungsi yang berada pada batubara, sehingga batubara yang memiliki gugus fungsi yang berbeda akan mengalami proses pirolisis yang berbeda pula. Pembentukan tar merupakan kombinasi antara proses depolimerisasi dan vaporization (Smith, 1994).
Pada bagian III, sebagian arang berubah menjadi karbon monoksida dan hidrogen . Sementara tar meneruskan reaksinya membentuk jelaga dan gas sekunder. (Smith, 1994).
Reaksi sekunder pada tar mengakibatkan proses seperti crosslinking dan dekomposisi pada tar. Crosslinking akan menghasilkan arang sekunder, berupa jelaga (soot), sedangkan dekomposisi tar akan menghasilkan gas sekunder.
Menurut penelitian John F. Stubington and Sumaryono Reaksi sekunder akan membuat molekul hidrokarbon yang besar seperti tar mengalami pemecahan menjadi molekul hidrokarbon yang lebih kecil, dan hidrogen terproduksi. Hal ini yang akan membentuk gas sekunder. Reaksi sekunder dikatakan juga membuat sejumlah karbon terbentuk dari komponen volatil yang terdeposit pada dinding pori-pori. Hal ini yang disebut jelaga (Stubington, 1983).
Ukuran partikel batubara memberikan pengaruh pada perolehan total dari volatile matter. Ukuran partikel yang lebih besar akan berpengaruh pada reaksi sekunder dengan meningkatkan perolehan dari gas ringan dan menurunkan perolehan tar (Yu, 2006).
Reaksi sekunder pada gas berlangsung dengan proses reaksi antara arang primer dan gas primer membentuk gas sekunder, dengan reaksi sebagai berikut:
C + CO2 <> 2 CO
C + H2O <> CO + H2
C + 2 H2 <>CH4
2 C + 2 H2 <> C2H4
C + 2 NH3 <> HCN + H2
Kelanjutan dari reaksi sekunder ditentukan oleh temperatur dan waktu tinggal dari komponen volatil dalam pori-pori batubara. Waktu tinggal akan meningkat dengan peningkatan ukuran partikel dan menurun sesuai dengan peningkatan ukuran pori; karena pada pori yang besar transfer massa dari partikel batubara lebih cepat (Stubington, 1983).
Seiring dengan peningkatan temperatur, proses reaksi sekunder akan semakin berlanjut (khususnya reaksi cracking) menyebabkan perolehan maksimum hidrokarbon yang lebih tinggi (seperti tar, propana, propilen) dan perolehan metana serta etilen meningkat pula. Seiring dengan meningkatnya ukuran partikel, waktu tinggal komponen volatil akan meningkat di dalam partikel batubara menyebabkan reaksi sekunder dapat berlangsung semakin lama. Hal ini berdampak pada perolehan arang yang meningkat pesat, dengan mengobarkan perolehan gas dan tar (Stubington, 1983).
Penulis: Ivan Hadinata Rimbualam (@Ivanhadinata)
Pirolisis batubara memiliki hal yang menarik dalam hal tingkat perolehan cairan tar yang relatif tinggi. Hal menarik lainnya muncul pada laju pemanasan batubara. Laju pemanasan batubara yang tinggi akan membatasi tingkat berlangsungnya reaksi sekunder pada pirolisis batubara. Transfer massa yang lambat menyebabkan peningkatan lama reaksi sekunder berlangsung. Hal tersebut berakibat pada perolehan gas yang semakin meningkat, perolehan tar yang menurun. (Gavalas, 1982).
Ketika batubara dipanaskan, tar primer diproduksi melalui pirolisis batubara pertama / pirolisis primer. Saat temperatur semakin meningkat, tar primer harus melalui sebuah zona yang bertemperatur tinggi dan proses pirolisis sekunder pada tar terjadi. Pada proses ini, pengembangan metode untuk memperkirakan perolehan produk dan komposisi dari tar diperlukan untuk menentukan perolehan produknya akan lebih digunakan menjadi sumber energi atau bahan kimia (Kabe, 2004).
Reaksi pirolisis merupakan reaksi yang kompleks, secara umum melibatkan proses pemutusan ikatan (bond breaking), penguapan (vaporization), dan kondensasi atau cross-linking, yang mengakibatkan perubahan pada densitas grup alifatik dan aromatik.
Penelitan akan pirolisis batubara yang dilakukan John F. Stubington dan Sumaryono menjelaskan bahwa pada pirolisis batubara terjadi 2 proses, yaitu (Stubington, 1983):
(1) Reaksi kompetitif antara hidrogen dan oksigen pada batubara
(2) Reaksi sekunder pada komponen volatil yang reaktif di dalam partikel batubara
Jianglong Yu memisah pirolisis menjadi 3 bagian, bagian coal / metaplast, pirolisis primer, dan pirolisis sekuder. Pada pirolsis pertama terlihat bahwa terbentuk tar, arang, dan gas primer. Tar dikonversi menjadi jelaga (soot) dan gas sekunder pada pirolisis sekunder. Gas primer ada sebagian menjadi gas sekunder dan jelaga pula, sedangkan arang sebagian menjadi gas sekunder(Yu, 2006).
Pada bagian I, batubara mengalami proses reduksi pada ikatan hidrogen dan cukup untuk memutus ikatan kimia yang lemah. Proses ini terjadi untuk melembutkan bentuk batubara dan membentuk komponen cairan, yang dikenal dengan metaplast. Pada tahap ini, terjadi kompetisi antara pemutusan ikatan dengan penstabilan ikatan. Ikatan yang terstabilkan merupakan pembentukan arang mula-mula. Sejumlah gas ringan terlepas pada tahap 1 ini, yang disebut gas primer. (Smith, 1994).
Pada bagian II, terjadi pemutusan ikatan berlanjut sehingga menambah produk gas ringan dan komponen bermassa molekul rendah dalam tahap metaplast berubah menjadi tar. Komponen yang bermassa molekul tinggi pada metaplast akhirnya membentuk arang dengan reaksi cross linking. Pembentukan gas berhubungan dengan gugus fungsi yang berada pada batubara, sehingga batubara yang memiliki gugus fungsi yang berbeda akan mengalami proses pirolisis yang berbeda pula. Pembentukan tar merupakan kombinasi antara proses depolimerisasi dan vaporization (Smith, 1994).
Pada bagian III, sebagian arang berubah menjadi karbon monoksida dan hidrogen . Sementara tar meneruskan reaksinya membentuk jelaga dan gas sekunder. (Smith, 1994).
Reaksi sekunder pada tar mengakibatkan proses seperti crosslinking dan dekomposisi pada tar. Crosslinking akan menghasilkan arang sekunder, berupa jelaga (soot), sedangkan dekomposisi tar akan menghasilkan gas sekunder.
Menurut penelitian John F. Stubington and Sumaryono Reaksi sekunder akan membuat molekul hidrokarbon yang besar seperti tar mengalami pemecahan menjadi molekul hidrokarbon yang lebih kecil, dan hidrogen terproduksi. Hal ini yang akan membentuk gas sekunder. Reaksi sekunder dikatakan juga membuat sejumlah karbon terbentuk dari komponen volatil yang terdeposit pada dinding pori-pori. Hal ini yang disebut jelaga (Stubington, 1983).
Ukuran partikel batubara memberikan pengaruh pada perolehan total dari volatile matter. Ukuran partikel yang lebih besar akan berpengaruh pada reaksi sekunder dengan meningkatkan perolehan dari gas ringan dan menurunkan perolehan tar (Yu, 2006).
Reaksi sekunder pada gas berlangsung dengan proses reaksi antara arang primer dan gas primer membentuk gas sekunder, dengan reaksi sebagai berikut:
C + CO2 <> 2 CO
C + H2O <> CO + H2
C + 2 H2 <>CH4
2 C + 2 H2 <> C2H4
C + 2 NH3 <> HCN + H2
Kelanjutan dari reaksi sekunder ditentukan oleh temperatur dan waktu tinggal dari komponen volatil dalam pori-pori batubara. Waktu tinggal akan meningkat dengan peningkatan ukuran partikel dan menurun sesuai dengan peningkatan ukuran pori; karena pada pori yang besar transfer massa dari partikel batubara lebih cepat (Stubington, 1983).
Seiring dengan peningkatan temperatur, proses reaksi sekunder akan semakin berlanjut (khususnya reaksi cracking) menyebabkan perolehan maksimum hidrokarbon yang lebih tinggi (seperti tar, propana, propilen) dan perolehan metana serta etilen meningkat pula. Seiring dengan meningkatnya ukuran partikel, waktu tinggal komponen volatil akan meningkat di dalam partikel batubara menyebabkan reaksi sekunder dapat berlangsung semakin lama. Hal ini berdampak pada perolehan arang yang meningkat pesat, dengan mengobarkan perolehan gas dan tar (Stubington, 1983).
Daftar Pustaka
- Gavalas, G.R. 1982. Coal Pyrolysis, Coal Science and Technology 4. Elsevier: Amsterdam.
- Kabe T., dkk. 2004. Coal and Coal-Related Compounds. Elsevier.
- Sasongko, Dwiwahju. 2011. Diktat Kuliah TK5008, Dasar-dasar Pemanfaatan & Pengolahan Batubara Teknik Kimia ITB. Bandung.
- Smith, K. Lee, dkk. 1994. The Structure and Reaction Processes of Coal. Plenum Press: New York.
- Speight, James G. 1994. The Chemistry and Technology of Coal. Marcel Dekker, Inc.: New York.
- Stubington, John F.; Sumaryono. Release of volatiles from large coal particles in a hot fluidized bed. Buttenvorth & Co., 1983.
- Yu, Jianglong; Lucas, John A.; Wall, Terry F. Formation of the structure of chars during devolatilization of pulverized coal and its thermoproperties: A review. Elsevier, 2006.
halo van,menarik bgt artikelnya :)
BalasHapusni kebetulan lg nyari2 info soal mekanisme pembentukan tar dan coke di reaktor gasifikasi.bahan bakunya pake isooctane.siapa tau ivan dah punya info ttg ini?yg aku tau bru lewat reaksi:
Pyrolisis (cracking) -> coke & tar
C8H18<->8C+9H2
C8H18<->CxHy+2H2
apa ada mekanisme yg lain?moga2 ivan punya masukan hehe
Laras
Hi Laras, mohon maaf banget ternyata saya baru baca pertanyaanmu. Mohon maaf, mungkin udah kurang relevan jawaban saya karena sudah bergelut di bidang Industrial Engineering sekarang :)
BalasHapusMakasih banyak infonya, memberikan saya arahan yang baik karena menyelipkan sumber!! Sangat berterimakasih
BalasHapus